Ricuh Toko Modern ?, Akibat Perda 11/2011 Terkesan Banci




Oleh : Dadang Hendrayudha. 

Akhir-akhir ini keberadaan toko modern (Minimarket, Supermarket, Hypermarket, Departemen store atau Toserba) menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan. Bahkan statemen dari para pemerhati hingga pakar kerap muncul di media massa, baik cetak maupun media online. 

Sesungguhnya persoalan toko modern sudah mencuat sejak 2009 dan menjadi sorotan Komisi B (sekarang Komisi 2) DPRD Kabupaten Kuningan periode 2009-2014 dan dimasukkan ke dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). 

Kemudian, pada 2011 disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Penataan, Pembinaan, Pusat Perbelanjaan Pasar Tradisional dan Toko Modern. 

Ketika mendengar toko modern sekilas terbayang bangunan yang di dalamnya menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari tersebut adalah tempat berbelanja yang nyaman, udara sejuk karena dilengkapi AC dan suasana ruangan yang bersih.

Penulis tidak bermaksud membela toko modern tetapi prosedural keberadaan toko modern harus ditelisik akar permasalahannya agar menjadi jelas, sehingga asas keadilan terhadap pelaku ekonomi di Kabupaten Kuningan menjadi transparan. 

Substansi Perda Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Penataan, Pembinaan, Pusat Perbelanjaan Pasar Tradisional dan Toko Modern adalah bagian esensial dari sistem hukum yang mengatur aturan dan ketentuan yang harus dipatuhi oleh pengelola pasar tradisional (dalam hal ini Pemda Kuningan) dan pemilik toko modern. 

Beberapa pasal yang krusial diantaranya, Pasal 14 Klasifikasi Toko Modern didasarkan pada :
1. Luas gerai sebagai berikut : 
a. Minimarket kurang dari 400 m² (empat ratus meter persegi) ; 
b. Supermarket 400 m² (empat ratus meter persegi) sampai dengan 5000 m2 (lima ribu meter persegi); 
c. Hypermarket diatas 5000 m² (lima ribu meter persegi); 
d. Departemen store diatas 400 m² (empat ratus meter persegi); 
e. Perkulakan diatas 5000 m² (lima ribu meter persegi). 

Pasal 19 (1) ; Dalam penyelenggaraan pusat perbelanjaan dan toko modern harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Minimarket berjarak minimal 1 km dari pasar tradisional dan 0,1 km dari usaha kecil sejenis yang terletak dipinggir jalan kolektor/arteri ;
2. Supermarket dan Departemen Store berjarak minimal 1,5 km dari pasar tradisional yang terletak dipinggir jalan kolektor/arteri;
3. Hypermarket dan Perkulakan berjarak minimal 2,5 km dari pasar tradisional yag terletak dipinggir jalan kolektor/arteri;

4. Minimarket yang terletak dipinggir jalan lingkungan dengan luas gerai 200 m2 berjarak minimal 0,5 km dari pasar tradisional dan usaha kecil sejenis;
5. Penempatan pedagang tradisional dalam rangka kemitraan dilarang menggunakan ruang milik jalan;
6. pengaturan jarak sebagaimana ayat (1), (2), (3) dan (4) tidak berlaku untuk kawasan pusat primer.

(2) Dalam teknis pelaksanaan penyelenggaraan pusat perbelanjaan dan toko modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah dan Rencana Dasar Tata Ruang (RDRT) masing-masing kecamatan.

Memang, Perda itu pun mengatur ketentuan sanksi sebagaimana dalam BAB XIV Ketentuan Sanksi, Pasal 37 : 
(1) Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), Pasal 10, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 36, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (Lima puluh juta rupiah). 

Hanya saja, mengapa pelanggaran terhadap Pasal 19 (1) tidak dicantumkan ?. Bukan rahasia lagi, ada beberapa toko modern disinyalir melanggar Pasal 19 (1) karena jaraknya berdekatan dengan pasar tradisional (Pasar Baru dan Pasar Kepuh). Tidak tertutup kemungkinan di tempat lain pun ada yang seperti itu. 

Dengan demikian, ricuhnya keberadaan toko modern di Kabupaten Kuningan tidak terlepas dari regulasi yang dibuat Pemda Kuningan yang tidak komprehensif, cenderung tidak tegas alias banci dan mengabaikan semangat Sistem Ekonomi Kerakyatan yang erat hubungannya dengan Sistem Ekonomi Pancasila. 

Sekarang, bagaimana sikap anggota legislatif di DPRD Kabupaten Kuningan setelah terpilih di Pemilu Legislatif 14 Februari 2024. Akankah mereka memenuhi janjinya membela rakyat untuk "memaksa" eksekutif merubah Perda Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Penataan, Pembinaan, Pusat Perbelanjaan Pasar Tradisional dan Toko Modern  ?. 

Mari kita tunggu sambil ditemani secangkir kopi hangat. 

Penulis : Wartawan kamangkaranews.com anggota PWI Kuningan. 


Diberdayakan oleh Blogger.