Kuningan Makin Marak Rentenir Berkedok Koperasi
KUNINGAN (KN),- Keberadaan rentenir berkedok koperasi simpan pinjam di Kabupaten Kuningan semakin marak dan menjadi sorotan berbagai kalangan.
Apakah legalitas formal pendirian usahanya sudah berbadan hukum atau pun tidak, hal ini juga belum jelas, namun kenyataannya mereka telah melakukan kegiatannya secara terbuka.
Salah seorang warga Cilimus yang bekerja di Cirebon, Jaja Subagja, kepada kamangkaranews.com, Rabu (13/9/2023) mengatakan, rentenir berkedok koperasi simpan pinjam ibarat buah simalakama.
"Di satu sisi, menerapkan bunga pinjaman yang sangat tinggi sehingga 'mencekik' nasabahnya, namun di sisi lainnya menjadi alternatif terakhir ketika ada orang perlu dana cepat karena kebutuhan mendesak," katanya.
Secara kelembagaan, rentenir mengatasnamakan koperasi tidak mempunyai anggota sesuai prosedur perundang-undangan, maka tidak pernah menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT).
"Apalagi membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada anggota tetapi yang ada hanya nasabah atau debitur dengan sistem putus kontrak jika peminjam sudah melunasi pinjamannya," katanya.
Menurut alumnus Institut Koperasi Indonesia (Ikopin sekarang bernama Universitas Koperasi Indonesia, red) praktik rentenir yang menyalahgunakan nama koperasi menyalahi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Ia berharap, Pemda Kuningan melakukan pembinaan dan pengawasan yang ketat jangan sampai nama koperasi sebagai Soko Guru Perekonomian Indonesia dirusak oleh para rentenir.
Terpisah, Kepala Bidang Koperasi pada Dinas Koperasi UKM Perdagangan dan Perindustrian (Diskopdagperin) Kabupaten Kuningan, Nono Supriatna, mengatakan, akan menindaklanjuti ketika ada pengaduan dari masyarakat.
Dalam regulasi baru (RUU Perkoperasian yang masih dibahas di Prolegnas DPR RI) nantinya koperasi simpan pinjam tidak diatur oleh Dinas Koperasi atau Kementerian Koperasi tetapi akan dikolaborasikan dengan Otoritas Jasa Keungan (OJK).
Berdasarkan Online Data Sistem (Data yang nge-link dengan Kementerian Koperasi) pendataan koperasi aktif pada 2022 di Kabupaten Kuningan tercatat 542 dari jumlah keseluruhan 792 koperasi, dengan kriteria koperasi primer kabupaten, koperasi primer provinsi dan koperasi primer nasional.
Diskopdagperin Kabupaten Kuningan tidak bisa masuk ke koperasi primer provinsi dan nasional karena ranahnya Dinas Koperasi Provinsi dan Kementerian Koperasi.
"Pada 2023 anggaran dari Dana Alokasi Khusus maupun APBD Kuningan, hanya bisa menjangkau 75 koperasi untuk melakukan penilaian dari 542 koperasi aktif," sebutnya.
Ada persoalan ketika koperasi sudah tidak aktif terkait pembubaran karena hanya dua yang bisa dilakukan. Pertama, dilaksanakan oleh koperasi tersebut dan Diskopdagperin menerima berita acara pembubaran dari pengurus koperasi.
"Dengan syarat dan ketentuan sudah menyelesaikan kewajiban utang piutang dengan anggotanya," kata Nono.
Kemudian yang kedua, oleh Kementerian Koperasi. Tahun-tahun sebelumnya rata-rata tiap desa ada Koperasi Unit Desa (KUD), sebenarnya tinggal berapa persen yang ada di Kabupaten Kuningan, di dalam data masih ada tapi kenyataannya sudah tidak ada.
"Legalitas formal pembubaran koperasi harus resmi ada akte notaris karena berbadan hukum dan membutuhkan biaya. Ini juga merupakan kendala sebab tidak bisa dilakukan Pemda Kuningan tapi oleh Kementerian Koperasi," katanya.
Pewarta : deha.
Post a Comment