Jegal Menjegal oleh Kepala Daerah Bisa Menjadi Trend Baru Rusaknya Demokrasi
JAKARTA,- Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI, Yanuar Prihatin, mengatakan, tindakan Bupati Tanah Laut Kalimantan Selatan, Sukamta, yang melarang Muhaimin Iskandar membuka acara Musabaqah Tilawatil Qur"an tergolong tidak pantas untuk dilakukan seorang pejabat publik.
"Jika tidak diklarifikasi dengan benar, tindakan itu terkesan penjegalan politis dan langkah tersebut memberi contoh buruk yang bisa ditiru oleh kepala daerah lainnya di berbagai kabupaten/kota," kata Yanuar, dalam siaran persnya, Kamis (7/9/2023) malam.
Lebih lanjut ditegaskan, bila tindakan jegal menjegal ini menyebar sebagai trend politik di berbagai daerah, maka bisa dibayangkan suhu politik akan makin panas tidak karuan. Ini berpotensi membahayakan iklim demokrasi yang sehat, santun, etis dan transparan.
Jabatan kepala daerah seyogyanya tidak disalahgunakan untuk merusak hubungan kelembagaan diantara pejabat publik. Beda partai politik atau beda pilihan politik bukanlah alasan yang masuk akal untuk melarang seorang pejabat publik lainnya tampil di wilayahnya.
"Muhaimin Iskandar hadir di Tanah Laut dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua DPR. Itu pun kehadirannya lebih bersifat seremonial, sekedar membuka acara. Bukan hadir sebagai tokoh politik apalagi sebagai kandidat cawapres. Jadi tidak ada urusan dengan dukung mendukung secara politik," katanya.
Bagi pejabat publik seperti pimpinan DPR, itu hal biasa datang untuk membuka suatu acara. Bahkan tidak jarang acara tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah yang biayanya sudah pasti dari APBD. Kejadian semacam ini tergolong biasa saja.
Namun Bupati Tanah Laut ini, imbuhnya, punya paham yang keliru. Bahwa jika acara dibuka oleh pimpinan DPR dan acara tersebut dibiayai oleh anggaran daerah maka akan menjadi masalah besar.
"Tidak ada satu pun aturan yang dilanggar bila pimpinan DPR hadir ke suatu acara di daerah, termasuk membuka acara atau menjadi nara sumber," ujar wakil rakyat dari Dapil Jabar 10 (Kabupaten Kuningan, Ciamis, Banjar dan Pangandaran) itu.
Menurutnya, justru pelarangan itulah yang menjadi masalah besar. Ini tahun politik. Semua hal yang kontroversial akan mudah sekali dipersepsikan sebagai tindakan politik dan tidak tertutup kemungkinan langkah serupa bisa ditiru oleh bupati/walikota lainnya.
Karena ini masalah serius, maka Kemendagri sebagai pembina politik dalam negeri harus memberikan teguran terhadap kepala daerah yang over action. Ini sebagai langkah antisipasi agar trend ini tidak menyebar ke kabupaten/kota lainnya.
"Dan tentu saja kepada masing-masing partai politik agar memberikan edukasi yang baik kepada para kepala daerah yang menjadi kader partainya," harapnya.
Tidak tertutup kemungkinan, Komisi 2 pun akan memanggil Bupati Tanah Laut untuk menjelaskan tindakannya. Agar bupati/walikota lainnya, apapun partainya, tidak gegabah lagi dalam melakukan suatu tindakan di wilayahnya masing-masing.
"Jagalah etika, kesopanan dan iklim politik yang beradab di wilayahnya masing-masing. Jangan mudah terpancing untuk memperkeruh suhu di tahun politik ini," pungkasnya.
Pewarta : deha.
Post a Comment