Demi Pelantikan Serentak, Jadwal Pilkada Tidak Harus Dirubah


JAKARTA- Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI, Yanuar Prihatin, dalam siaran persnya, Jumat (25/8/2023) mengatakan, wacana untuk memajukan jadwal Pilkada Serentak 27 November 2024 ke September 2024 harus dikaji lebih mendalam lagi.


"Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang (DPR dan pemerintah)," kata Yanuar.


Menurutnya, perubahan ini akan terkesan dipaksakan karena berlangsung di tengah berjalannya tahapan pemilu. Energi politik sebaiknya difokuskan untuk mensukseskan tahapan yang sedang berjalan agar pelaksanaan Pemilu 14 Februari 2024 tidak mengalami goncangan lagi. 


"Kita masih ingat, di tengah persiapan untuk Pemillu 2024 banyak sekali terpaan angin kencang yang membuat turbulensi politik naik," kata wakil rakyat  dari Dapil Jabar X (Kuningan, Ciamis, Banjar, Pangandaran) itu.


Dari mulai wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa bakti presiden menjadi tiga periode, pengambilalihan kewenangan penataan dapil dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup hingga mempersoalkan umur calon presiden. 


Kini disodorkan debat baru tentang perubahan jadwal pilkada serentak. Tidak tertutup kemungkinan masih ada lagi isu lainnya yang masih disimpan untuk dikeluarkan pada waktu berikutnya.


Dijelaskan, penetapan jadwal Pilkada Serentak 27 November 2024 adalah amanat undang-undang. Seandainya perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan sebelumnya, yakni saat membahas jadwal Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024, suasananya pastilah lebih kondusif. 


"Secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu. Namun sekarang kondisi sudah jauh berbeda. Proses politik pemilu makin mendekati titik puncak," kata Yanuar, yang juga Ketua DPP PKB.


Lebih lanjut dikatakan, tentu wajar bila muncul pertanyaan. Kenapa wacana ini baru disodorkan sekarang dan bukannya jauh-jauh hari saat jadwal Pemilu 2024 belum diputuskan?. 


Satu hal sangat jelas, bila pilkada serentak dilakukan pada November 2024 berarti berada dalam pengelolaan pemerintahan yang baru saja terbentuk. Pelantikan presiden/wakil presiden dan anggota DPR/DPD berlangsung Oktober 2024. 


"Sehingga ada juga pihak yang mengkhawatirkan bahwa pemerintahan baru akan  terseok-seok mempersiapkan pilkada serentak," ujarnya.


Kekhawatiran ini, imbuhnya, tentu berlebihan karena secara teknis penyelenggaraan pilkada adalah kewenangan penyelenggara pemilu dan bukannya kewenangan pemerintah. 


KPU dan Bawaslu pasti sudah mempersiapkan semuanya secara detail dan bertanggung jawab. Siapapun pemerintahan baru tersebut, penyelenggara pemilu tetap berkewajiban melaksanakan pilkada serentak sesuai amanat undang-undang.


"Bahkan dalam pemerintahan yang baru, pelaksanaan Pilkada Serentak 27 November 2024 akan lebih netral dari kemungkinan intervensi pemerintah. Sebab pemerintahan baru belum terkonsolidasi secara sempurna di bulan November 2024," jelasnya.


Namun bila pilkada serentak dilaksanakan pada September 2024, berarti masih dalam rentang kendali pemerintahan yang sekarang dan secara politik tentu saja pemerintahan saat ini sedang dalam puncak konsolidasi yang kokoh, tidak mungkin bebas kepentingan dalam pilkada serentak yang akan berlangsung tersebut.


Dari sudut pandang itu, Pilkada Serentak 27 November 2024 lebih menguntungkan bagi konsolidasi demokrasi, netralitas pemerintah, kebebasan partai politik mengusung calon kepala daerah dan kenyamanan terbaik  untuk kemandirian penyelenggara pemilu mempersiapkan penyelenggaraan eventnya.


Jika ada keinginan untuk menetapkan perlunya pelantikan serentak bagi kepala daerah terpilih, maka variabel ini tidak harus dikaitkan dengan jadwal pilkadanya. Tetapkan saja, misalnya, pelantikan kepala daerah terpilih selambat-lambatnya tiga bulan setelah hari pencoblosan. Jadi sekitar bulan Februari 2025. 


"Bila ada jadwal pelantikan yang seharusnya dilakukan tahun 2026, maka tetap dimajukan pada tahun 2025 pelantikannya," kata Yanuar.


Dan kepada kepala daerah yang terkena kebijakan ini diberikan kompensasi yang wajar dan masuk akal. Jadi kepala daerah yang baru terpilih bisa langsung bekerja, tidak harus menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah sebelumnya.


Jadwal pelantikan serentak harus didukung supaya terjadi sinkronisasi perencanaan pembangunan di daerah dengan rencana  pembangunan pemerintah pusat. 


Apalagi selama ini jadwal pelantikan tidak pernah diatur secara khusus dalam undang-undang, maka ide pelantikan serentak lebih masuk akal. Dijamin, wacana ini tidak akan menimbulkan kegaduhan baru jelang naiknya suhu politik pemilu.


Bila terpaksa tetap harus diubah karena alasan keamanan dan ketertiban terkait kemampuan aparat keamanan memobilisasi pasukannya, maka pilkada November 2024 bisa saja dijadikan dua kali pilkada. 


Ada gelombang pertama sebagai tahap awal, digelar satu atau dua minggu sebelum 27 November 2024, kemudian disusul gelombang pilkada tahap kedua yang dilaksanakan pada 27 November 2024. 


"Maka ada jangka waktu yang sangat cukup bagi aparat kepolisian dan TNI memobilisasi pasukannya yang terbatas jumlahnya itu," pungkasnya (*).

Diberdayakan oleh Blogger.