Masih Pantaskah Kuningan Raih Sertifikat Adipura?


Oleh : Dadang Hendrayudha.


ADIPURA ? kepala daerah mana yang tidak tertarik dan merasa bangga ketika daerah yang dipimpinnya meraih penghargaan bergengsi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai kabupaten/kota terbersih yaitu Adipura.


Konon, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, belum lama ini pernah meraih lagi penghargaan sebagai Kabupaten Bersih berupa diterimanya Sertifikat Adipura Kategori Kota Kecil dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


Sertifikat tersebut langsung diberikan oleh Menteri LHK RI, Prof. DR. Siti Nurbaya, M.Sc, kepada Wakil Bupati Kuningan H. M. Ridho Suganda, SH, M.Si di Aula Manggala Wanabakti Gedung Kantor Kementerian LHK, Jakarta Pusat, beberapa waktu yang lalu, tepatnya Selasa (28/2/2023).


Tentunya, hal itu menuai euforia (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan), apakah pimpinan daerah maupun warga masyarakat Kabupaten Kuningan meskipun kuantitas maupun prosentasenya tidak begitu signifikan.


Bukan tanpa alasan karena dengan sertifikat ini, Kabupaten Kuningan selangkah lagi akan menerima Piala Adipura sebagai Kota Kecil Bersih di Indonesia. Luar biasa dan merupakan prestasi yang prestisius (kendati pimpinan daerah menjelang akhir masa baktinya 4 Desember 2023 diterpa banyak persoalan).


Penilaian Sertifikat Adipura itu berdasarkan titik pantau adipura tahun 2022, dari 15 kabupaten/kota di Jawa Barat dan hasil pengumuman penerima penghargaan adipura sebanyak 258 kabupaten/kota se-Indonesia atau sekitar 52%. Salah satunya adalah Kabupaten Kuningan.


Upaya yang dilakukan Pemda Kuningan, diantaranya membersihkan sampah di sungai-sungai bersama komunitas atau penggiat lingkungan dan lainnya. Namun sampah yang berceceran dekat Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) di pinggir jalan sering terabaikan sehingga menimbulkan bau menyengat atau polusi udara.


Begitu pula masih sering terlihat banyak tembok fasilitas umum, bahkan milik pribadi yang menjadi sasaran aksi vandalisme (corat-coret tembok). Apalagi hal itu lokasinya berada wilayah Kuningan Kota yang katanya sebagai "Wajah Kabupaten Kuningan".


Dari pantauan penulis, beberapa tembok kumuh karena vandalisme, yaitu di Jalan Karangasem belakang SMAN 1 dan di samping SMPN 7 Kuningan. Di sebelah timur yang mengelilingi Stadion Mashud Wisnusaputra. Dekat Bola Dunia pertigaan Jalan Baru Soekarno-Hatta atau sepanjang Jalan Siliwangi, terkadang masih ada.


Padahal, vandalisme bertentangan dengan Perda Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Pasal 18 ayat satu (1) huruf (b). 


Pada Pasal 38 dan 40, selain sanksi administratif, pelanggaran terhadap pasal 18 tersebut dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000.


Begitu pula regulasi tentang sampah, pemerintah sudah banyak menerbitkan aturan. Mulai dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. 


Kemudian, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.


Selanjutnya, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Persampahan dan Peraturan Bupati Nomor 56 tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Persampahan.


Rendahnya kesadaran warga masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan agar bersih dari sampah rumah tangga masih menjadi kendala karena berapa pun banyaknya penambahan petugas kebersihan (pasukan kuning) dan peningkatan intensitas armada sampah tidak akan menyelesaikan masalah sampah di Kabupaten Kuningan.


Fenomena tersebut, diperlukan penanganan yang terintegritas antara Pemda Kuningan, tokoh masyarakat, para pendidik, pencinta lingkungan dan Perda Nomor 3 Tahun 2018  serta Perda Nomor 4 Tahun 2010 harus dilaksanakan dengan menerapkan sanksi hukumnya.


Bila dianggap perlu bisa menugaskan Sat Pol PP mengawasi orang-orang yang suka membuang sampah sembarangan dan vandalisme, lakukan teguran keras kemudian pemanggilan, berikan pembinaan, pengarahan atau tipiring yang edukatif supaya tidak mengulangi lagi perbuatannya.


Pimpinan daerah tidak cukup hanya mengeluarkan instruksi kepada bawahannya, SKPD terkait, camat dan lurah tetapi harus terintegrasi, efektif, efesien terhadap realitas anggaran dalam melaksanakan kebijakan pemerintahan.


Bupati Kuningan bersama-sama DPRD Kuningan harus ada kepedulian dan empati yang serius terhadap upaya penanganan sampah secara tuntas dan vandalisme berupa politik anggaran di APBD untuk operasional dan sumber daya manusia yang ditugaskan menangani sampah di SKPD terkait jangan terkesan "sampah anggaran".


Selain itu pula, anggaran penanganan sampah di lingkungan kelurahan atau desa di wilayah penyangga kota harus proporsional karena pemerintah kelurahan dan desa perlu anggaran untuk honor orang yang membawa gerobak sampah dari jalan lingkungan atau gang pemukiman ke pinggir jalan yang nantinya secara rutin diangkut armada sampah DLHK Kuningan. 


Sebelum sampah rumah tangga diangkut gerobak pengangkut sampah terlebih dahulu adanya sosialisasi dan dukungan sarana prasarana pemilahan sampah organik maupun un-organik yang masih bisa didaur ulang. Bagaimana upaya pengurangan produksi sampah di TPA, program bank sampah, pemanfaatan menjadi kompos dan lain sebagainya.


*)Penulis, wartawan kamangkaranews.com, anggota PWI Kabupaten Kuningan.

Diberdayakan oleh Blogger.