ICMI Kuningan Gelar Diskusi Virtual Gagal Bayar
KUNINGAN,- Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orda Kuningan, Nanan Abdul Manan, mengatakan, kegaduhan masalah gagal bayar menjadi bola liar yang sehingga adanya multi effect terhadap segala urusan masyarakat Kabupaten Kuningan.
Dilansir dari siaran persnya, Minggu (12/2/2023) hal itu dikatakan Nanan dalam acara Ngopi (Ngobrolkeun Pikiran Bareng ICMI) bertema Kuningan Gagal Bayar atau Tunda Bayar, secara virtual zoom.
Acara yang diselenggarakan Divisi Sosial Politik, Kebudayaan dan Kebijakan Publik bersama Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum, Sabtu (11/2/2023) pukul 19.30 - 21.30 WIB, dihadiri 65 orang.
Pemateri, Sekda Kuningan Dian Rahmat Yanuar, Akademisi Suawri Akhamdhian, Kepala BPKAD, Asep Taufikurohman, Penanggap Yudi Budiana, Deki ZA dan Eman Sulaiman.
Lebih lanjut Nanan mengatakan, munculnya pansus oleh legislatif seakan-akan bahwa 'gagal bayar' merupakan kegagalan tunggal yang dilakukan oleh eksekutif. Roda pemerintahan tentu tidak terlepas dari harmonisasi kerja antara legislatif dan eksekutif.
"Kita tidak elok terjebak dalam muatan politik sesaat dan subjektif yang bermuara pada masalah daerah yang makin akut," kata Nanan.
ICMI terus berupaya dalam konteks penguatan narasi ilmiah untuk membantu menyelesaikan persoalan daerah. Mempertemukan konsep dan narasi dari berbagai perspektif menjadi langkah strategis untuk memperkuat implementasi pentahelix.
Ia berharap, semoga dari diskusi bersama antara eksekutif, legislatif, akademisi, media, masyarakat, aktivis dan refresentasi masyarakat lainnya menemukan banyak alternatif solusi "gagal bayar" itu.
"Mari kita rawat Kuningan Kita. ICMI siap membersamai untuk mencari solusi terbaik demi Kuningan Maju," harapnya.
Pemateri Sekda Dian Rahmat Yanuar, menjelaskan, perubahan peraturan dari pusat membuat APBD tersendat-sendat. Ekonomi PAD yang tidak tercapai. Tahun lalu juga tunda bayar.
"Pendapatan pusat terganggu. DAK (CPNS/P3K) dan DAU turun serta target April akan pembayaran bertahap disesuaikan keuangan daerah," jelasnya.
Pemateri lainnya, Suwari Akhamdhian, menuturkan, daerah lain juga mengalami gagal bayar, seperti Kota Batam dan Kabupaten Legong.
Analisa penyebab gagal bayar diantaranya, UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, Pasal 20, APBD disetujui DPRD. Pasal 33 kepala daerah menyampaikan laporan keuangan selambat-lambatnya 6 bulan setelah diperiksa BPK. Pasal 35 kepala daerah melakukan penyimpangan pidana sesuai ketentuan.
Dalam UU Pemerintahan Daerah Pasal 149, tupoksi DPRD yaitu pembuatan perda, penganggaran dan pengawasan. Pansus dan Hak Angket.
Ia pun memaparkan UU Administrasi Pemerintahan Daerah yaitu Azas Kecermatan (P.O.A.C) dan Azaz Kepentingan Umum (Priority).
Dalam diskusi tersebut ia menyampaikan rekomendasi agar memperkuat perencana anggaran, pengawasan, efisiensi pengeluaran, tinjau ulang barjas based on priority.
"Issue ini cukup mengganggu kondusifitas sosial politik dan Pansus jangan sampai mempermalukan DPRD Kuningan," katanya.
Sementara itu, Yudi Budiana, menanggapi penjelasan dari pemateri, diantaranya, 2022 tidak bisa membayar (Gagal Bayar) dan membebarkan DPRD turut dalam pembahasan APBD.
"Tetapi teknokrat terkadang tidak utuh menyampaikan dan apa yang disampaikan dengan apa yang terealisasi tidak sesuai," katanya.
Ia menerangkan, DPRD membahas APBD dalam keterbatasan. Baru tahun ini gagal bayar yang begitu besar. DPRD melakukan pengawasan kebijakan namun tidak ada pembahasan komprehensip terkait hal ini (gagal bayar) sehingga menyarankan pansus untuk mencari solusi.
Sedangkan Deki ZA, menanggapi bahwa Kuningan tidak boleh mengikuti kabupaten lain yang gagal bayar karena berpengaruh terhadap regulasi keuangan yang ada d Kuningan dan berimplikasi kepada masyarakat umum.
"Gagal bayar bukan hanya mengganggu sosial politik tapi juga perekonomian masyarakat," katanya.
Ia membenarkan DPRD turut pembahasan tapi eksekusi ada di eksekutif. Pertemuan dengan TAPD di Banggar adanya prognosis 6 bulan akan tetapi tahu-tahu gagal bayar.
Postur APBD jauh dari kata ideal, belum bisa menjangkau 1,2 juta penduduk yang tersebar di 32 kecamatan.
"Kami mendorong pansus untuk mencari akar permasalahan dan diprediksi 2023 akan sedikit terganggu akibat gagal bayar," katanya.
Tanggapan lainnya disampaikan Eman Sulaiman yang menanyakan gagal bayar ini apakah diketahui di akhir tahun atau bulan-bulan sebelumnya ada tanda-tandanya?.
Apakah Pansus akan membantu pemerintah atau justru menghambat?. Rp 64 milyar detilnya seperti apa?. Apakah hal ini terjadi akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya?. Menggunakan anggaran mana untuk membayar?.
Kepala BPKAD, Asep Taufikurohman, menjelaskan, Permendagri 64, gagal bayar menjadi utang pemerintah dan target pendapatan yaitu PAD, Pendapatan Transfer (pusat dan provinsi) dan Pendapatan Daerah yang sah.
"Pada 2022 yakni 89.87%, PAD 62%. Pendapatan Transfer yaitu 96% (Rp2.4 trilyun hanya Rp2.3 trilyun) sisa target Rp83 milyar. DAU dari Rp1.1 trilyun hanya tercapai 1.1 kurang Rp4.4 milyar. Gagal bayar 2022 adalah 94.1 milyar," sebutnya.
Khusus TPP tidak gagal bayar karena 2022 tidak dianggarkan dan akan dibayarkan Februari 2023 bersama dengan Sertifikasi Guru, sesuai Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Pengelolaan APBD 2023.
"Terjadi gagal bayar karena pembayaran menjadi utang harus melalui mekanisme sehingga sampai saat ini Pemda belum bisa melakukan pembayaran," katanya.
Disebutkan, ada beberapa langkah mekanisme yang akan dilakukan. Pertama, 2022 melakukan inventarisasi atas belanja yang belum terealisasi. Kedua, mengcover Rp94.5 milyar ajuan dari 19 SKPD.
Ketiga, melakukan review kepada inspektorat untuk mengakui belanja yang gagal menjadi utang daerah yang bersifat mengikat dan ditetapkan oleh Keputusan Bupati No 900/KPTS.174 BPKAD.
Keempat, BPKAD mengubah perencanaan keuangan dengan azas prioritas. Kelima, menetapkan penggeseran anggaran melalui ketetapan bupati. Keenam, Perbub No 3 Tahun 2003 tentang Proses Penatausahaan.
Pewarta : deha
Sumber : ICMI Korda Kuningan.
Post a Comment