Gagal Bayar 2022 Tidak Harus Hilangkan Dana Pokir DPRD
Foto : dokumentasi pribadi |
KUNINGAN (KN),- Sebagai konsekwensi logis dari Gagal Bayar Pemda Kuningan Tahun Anggaran 2022 adalah tersumbatnya pembangunan fisik dan non fisik pada APBD 2023 juga pada tahun-tahun berikutnya.
"Bahkan ada kemungkinan terjadi stagnan di setiap dinas instansi yang dibiayai APBD," kata Pengamat Kebijakan Publik, R. Ayip Syarif Rahmat, kepada kamangkaranews.com, Minggu (12/2/2023).
Lebih lanjut dikatakan, penghapusan ataupun pemotongan Dana Pokir (Pokok-pokok Pikiran yang sebelumnya disebut Dana Aspirasi Anggota DPRD, red) untuk penyelesaian utang bukanlah solusi terbaik dan tidak diharapkan.
Menurutnya, kalau DPRD Kuningan menerima legowo untuk penghapusan dana pokir berarti tidak representatif karena dana pokir ini merupakan bagian dari hasil musrenbang yang dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang.
"Artinya ada keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam musrenbang, mulai dari tingkat dusun, desa, kecamatan hingga kabupaten," katanya.
Dijelaskan, musrenbang mensinergiskan program bottom up dengan top down. Bahkan secara teknis untuk memilah mana program yang harus didanai APBD dan program yang ditangani oleh desa, sehingga mekanismenya sudah diatur oleh undang-undang.
Tupoksi anggota DPRD harus mampu mengawal program yang bersifat prioritas, disamping ada program reses yaitu wakil rakyat bekerja di luar gedung DPRD melakukan tatap muka dengan rakyat untuk menerima aspirasi hingga ke desa-desa di dapilnya masing-masing.
Bukan hanya itu, imbuhnya, kunjungan ke dinas / instansi dalam rangka sinkronisasi program yang disesuaikan dengan budget APBD.
"Jadi solusi menghapus dana pokir yang benilai kurang lebih Rp80 milyar untuk menutupi utang (gagal bayar) tidak sesuai dengan formasi anggaran dalam APBD," kata Kang Ayip, panggilan akrabnya.
Terkait gagal bayar Pemda Kuningan tahun anggaran 2022, seharusnya DPRD menyikapi secara normatif dan obyektif, tidak bersifat politis walaupun sekarang sudah masuk tahun politik.
DPRD adalah milik rakyat dan mandat dari rakyat, sehingga Pansus yang digelar nanti betul betul dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (rakyat) dan hakekatnya kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dengan demikian, yang penting mampu mengidentifikasi akar permasalahan terkait gagal bayar secara transparan, jujur, bijak dalam arti pro rakyat dan akuntabel.
"Sehingga mampu ditransformasikan informasinya kepada publik yang tidak mengharapkan rasionalisasi anggaran walaupun dengan berbagai alasan termasuk aturan apapun," katanya.
Dalam penyampaian informasi tersebut harus jelas, apakah gagal bayar ini merupakan penyimpangan?. Apakah ada peraturan yang dilanggar? atau perencanaan yang kurang akurat?, sehingga terjadi gagal bayar. Ini sejarah baru dalam pemerintahan (reformasi birokrasi).
"Saya kira tidak terlalu sulit, yang penting sampaikan alasan secara tepat terkait gagal bayar dengan dibuktikan adanya administrasi yang akurat, sehingga input, output dan outcome-nya jelas, sebab selama ini ada mosi tidak percaya dari setiap elemen masyarakat," pungkasnya.
Pewarta : deha.
Post a Comment