Komisi III DPRD Mensinyalir Masih Ada Galian Pasir Ilegal
KUNINGAN (KN),- Komisi III DPRD Kabupaten Kuningan, mensinyalir masih ada galian C (penambangan pasir) ilegal atau tanpa izin.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi III, Dede Sudrajat usai monitoring bersama anggota ke lokasi galian C di Desa Bunder, Kecamatan Cidahu, Senin (23/5/2022).
"Kalau pun masih ada yang ilegal sebaiknya segera menempuh perizinannya agar legal," katanya.
DPRD Kuningan tidak bisa leluasa melakukan pengawasan galian pasir atau galian C di Kabupaten Kuningan karena perizinannya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Oleh karenanya, Komisi III DPRD Kuningan akan mengusulkan kepada pemerintah agar kewenangan itu dikembalikan ke Pemda Kuningan.
"Tujuannya untuk memudahkan pengawasan agar pengusaha galian pasir melaksanakan kewajiban reklamasi di lahan pasca penambangan," katanya.
Jam operasional galian C sudah diatur sesuai ketentuannya tapi masih ada penambangan dan armada angkutan pasir hingga malam hari melebihi jam operasional.
Selain galian pasir, Komisi III juga meninjau lahan bekas galian C seluas tiga hektar di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, rencananya akan dibangun TPSA menggantikan TPSA di Ciniru Jalaksana yang sudah overload.
"Namun lahan itu masih milik perorangan belum milik Pemda Kuningan," katanya.
Disebutkan, sampah rumah tangga sehari mencapai 25 ton dan harus ada solusi pengadaan TPSA dan ke depan kerja sama dengan salah satu sekolah teknik membuat mesin pembakar sampah tanpa mengeluarkan asap.
"Dari sampah 1 ton hanya akan ada 1 atau 2 kilogram dan nantinya mesin itu ditempatkan di setiap desa sehingga sampah tidak perlu semuanya dibawa ke TPSA," sebutnya.
Mesin tersebut sudah ada yang selanjutnya dilakukan uji coba emisi kemudian diseminarkan, jika dinilai layak maka produksi mesin itu diperbanyak.
Sementara itu, anggota Komisi III, Sri Laelasari, mengatakan, informasi yang ia terima galian C ilegal di Kuningan Timur, tepatnya di Wilayah Kecamatan Cidahu, jumlahnya lebih banyak dibandingkan yang sudah punya izin pertambangan.
Monitoring itu bukan hanya galian pasir tetapi penambangan batu di sungai yang tidak sesuai ketentuan karena dapat mengganggu ekosistem sungai.
Mengenai lahan untuk TPSA, menurutnya sangat cocok karena jauh dari pemukiman penduduk dan Komisi III akan mendorong kepada Pemda Kuningan agar lahan itu menjadi asset Pemda.
Kegiatan monitoring dihadiri Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Kuningan dan sempat dilakukan dialog dengan Asosiasi Pengusaha Tambang (APETA).
"Ketua APETA Pak Dudi meminta agar perizinan dikembalikan ke Pemda Kuningan," katanya.
Terkait adanya kenaikkan harga jual pasir, informasi dari APETA karena dampak pandemi Covid-19.
Termasuk pajak yang ditargetkan Pemda Kuningan, semula 70 persen menjadi 120 persen ini juga memberatkan para pengusaha karena bisnis pasir masih belum normal.
Pewarta : deha
Post a Comment