Pendataan Warga Penerima Bansos Dilakukan Pemerintahan Desa/Kelurahan Bukan Dinas Sosial
KUNINGAN (KN),- Pendataan kepada warga
masyarakat untuk mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah melalui Kementerian
Sosial RI berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dilakukan oleh
Pemerintahan Desa/Kelurahan, bukan Dinas Sosial Kabupaten Kuningan.
“Warga yang akan mendapatkan bansos terlebih
dahulu didata oleh pemerintah desa/kelurahan,” kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten
Kuningan, Dudy Budiana di ruang kerjanya, Selasa (1/9/2021).
Data tersebut diperiksa oleh Korda/Korkab
PKH/BPNT yang merupakan perangkat Kementerian Sosial, untuk diverifikasi.
“Verifikasi dan validasi data di desa/kelurahan
didampingi Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (program BPNT) dan pendamping
PKH,” katanya
Kemudian, data itu dibahas dan diputuskan
dalam Musyawarah Desa/Kelurahan (Musdes/Lur) siapa saja warga yang mendapatkan
skala prioritas bantuan sosial dari pemerintah.
Selanjutnya, data dikirim langsung ke Kementerian
Sosial RI untuk diusulkan ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), tidak
mampir dulu di Dinas Sosial Kabupaten/Provinsi.
Kementerian Sosial RI mengirim kembali DTKS ke
Kabupaten Kuningan pada saat ada program pemberian bansos dari pemerintah.
“Artinya Dinas Sosial Kabupaten Kuningan tidak
melakukan pendataan warga tapi menerima data yang sudah diverifikasi dan divalidasi
Kementerian Sosial RI,” katanya.
Ditanya bagaimana penanganan dan solusi yang
dilakukan Dinsos jika muncul pertanyaan tentang data yang dinilai tidak tepat
sasaran ? ia menjelaskan, sebelumnya Dinsos sudah memberikan bimtek pembekalan
kepada operator di desa-desa.
“Para operator di desa adalah relawan karena selama ini Dinsos tidak bisa memberikan isentif atau gaji, meskipun itu tugas melekat di desa dan bimtek diikuti juga oleh perangkat desa setingkat kasi bahwa data yang di-upload itu harus obyektif,” katanya.
Menurutnya, baru pada anggaran perubahan (APBD
Perubahan) tahun 2020, Dinsos Kuningan bisa memberikan isentif kepada para
operator di desa sebesar Rp250.000 itu pun per tiga bulan sekali.
Persoalan DTKS secara nasional kondisinya
sama karena data itu merupakan “warisan” TNP2K kerja sama dengan BPS dilimpahkan
ke Kementerian Sosial.
Dalam perjalanannya masih ditemukan data-data
yang tidak tepat, misalnya orang yang sudah meninggal dunia tapi masih
tercantum di dalam data penerima bantuan.
“Masalah data dan pemberian bantuan sebenarnya
program Kemensos RI dan untuk menyukseskannya pihak Kemensos mengangkat perangkatnya
untuk mengawal data sampai bansos itu terlaksana dengan baik dan obyektif,”
katanya.
Contohnya, kalau PKH ada koordinator mulai
tingkat regional, wilayah, kabupaten/kota, kecamatan sampai pendamping PKH, sedangkan
tugas Dinsos ikut mengawasi dan mengawal supaya program bisa berjalan sukses.
Posisinya di dalam program PKH dibagi dua, Kepala
Dinas Sosial merupakan sekretaris tim pendukung program PKH, adapun ketuanya adalah
Kepala Bappeda.
Tim pendukung bertugas memberikan bantuan
penunjang penguat program, misalkan regulasi atau pun anggaran-anggaran penunjang
atau pendamping, baik untuk programnya langsung maupun SDM PKH.
Pelaksana di lapangan yaitu kepala bidang,
kalau di sini Linjansos, sekretarisnya adalah kepala seksi di bidang itu, tugasnya membantu mengawasi terlaksananya program di lapangan.
Pelaksana programnya yakni para pendamping
PKH dan strukturnya sama dengan program
BPNT.
“Untuk menyukseskan program tersebut ada relawan
TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan) berbeda dengan pendamping PKH
digaji setiap bulannya oleh Kementerian Sosial,” katanya.
Dinsos Kuningan sudah
berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) agar data dari Pemerintahan
Desa cepat masuk ke sistem aplikasi termasuk akurasinya dan obyektifitasnya.
Begitu pula dengan Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (Disdukcapil) untuk melihat tentang invaliditas Nomor Induk Kependudukan
(NIK) dalam KTP.
“Bahkan dengan Disdukcapil kita sudah MoU
juga kalau tidak salah dengan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil dalam hal verifikasi
perbaikan NIK,” katanya.
Pewarta : deha
“Para operator di desa adalah relawan karena selama ini Dinsos tidak bisa memberikan isentif atau gaji, meskipun itu tugas melekat di desa dan bimtek diikuti juga oleh perangkat desa setingkat kasi bahwa data yang di-upload itu harus obyektif,” katanya.
Post a Comment