Orang Babakan Cigadung Pantang Makan Ikan Lele dan Buah Kulur
CERITA turun temurun dari para sesepuh di Lingkungan Babakan, Kelurahan Cigadung, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, masih dipercaya kuat oleh warganya, mereka pantang memakan ikan lele dan buah kulur.
Orang
Babakan atau keturunannya dimana pun berada tidak memakan ikan lele (nama
latinnya Clarias) dan buah Kulur (Kluwih,
latinnya Artocarpus camansi, tanaman
keras buahnya memiliki kulit keras dan berduri mirip buah sukun).
“Hingga kini
pantangan itu sudah puluhan tahun dipercaya oleh warga masyarakat,” ungkap Ketua
RT 20, Didit Bukhori saat berbincang-bincang dengan kamangkaranews.com, di rumah salah satu warga
setempat, Minggu (7/3/2021).
Diceritakan,
pada zaman dahulu tatkala rakyat Indonesia berperang melawan penjajah, para
pejuang dikejar musuh akhirnya lari, kemudian naik pohon kulur dan di bawah pohon
itu ada kolam yang banyak ikan lelenya.
“Pada saat pengejar
tiba di bawah pohon kulur menjadi tidak fokus, semula mengejar para pejuang tapi
justru mereka menangkap ikan lele, makanya orang yang dikejar selamat, sejak kejadian
itu warga Babakan tidak makan ikan lele dan buah kulur,” katanya.
Benar atau
tidaknya, jika melanggar pantangan tersebut bisa berakibat tidak baik, ia pun
masih tanda tanya, namun 85 persen masyarakat di sini masih mempercayai
pantangan dimaksud.
Menurut
Didit, beberapa tahun yang lalu pernah ada kejadian, seorang anak makan ikan
lele, setelah itu kulit tangan sang anak bernanah seperti terkena penyakit budug
(korengan).
Meskipun diobati
berbagai obat medis tapi tidak sembuh, kata salah seorang warga Babakan
Cigadung tangan anak tersebut harus diolesi lendir ikan lele yang masih hidup
dan akhirnya bisa sembuh.
“Dengan
demikian, semua orang yang masuk ke Babakan Cigadung, apalagi warga asli tidak
berani memakan ikan lele,” ucapnya.
Bukan hanya
itu, ada warga dari Ciamis yang menikah dengan orang Babakan Cigadung, ia pun
menghormati adat istiadat di sini tidak memakan ikan lele.
Di Babakan Cigadung
tidak ada warga yang mempunyai kolam yang isinya ikan lele, sedangkan yang lainnya
seperti mujair atau gurame tidak menjadi masalah dan warga memakan ikan selain
lele.
Mengenai
buah kulur, Didit menceritakan pengalamannya 5 tahun yang lalu, ketika itu ia bersama
keluarganya, termasuk kakak iparnya, pergi ke Sumatera, kemudian makan di rumah
makan di Baturaja yang terdapat menu sayur asem.
“Kakak ipar
saya makan sayuran kulur dan menurut pemikiran saya buah kulur hanya ada di
Kuningan tapi ternyata di Sumatera juga ada, setelah makan, kakak ipar saya badannya
lemas dan kembali segar setelah sampai di Merak pada saat pulang,” katanya.
Pantangan
lainnya, di Babakan Cigadung tidak boleh ada kesenian reog dan wayang, jangankan
memainkan, menyebut nama alatnya saja yang terbuat dari kayu dan kulit binatang dengan cara dipukul itu tidak boleh.
Termasuk di
Masjid tidak ada bedug yang ada hanya kentongan
besar terbuat dari kayu.
“Uwa (kakak
bapak) saya pernah bercerita ada ular bentuknya seperti itu, ketika mau ke
Cikopo pas di Pasar Kosambi ada ular pendek tapi tidak terlihat mana kepala dan
ekor, akibatnya ia sakit hampir satu bulan,” katanya.
Selain itu pula,
masyarakat tidak ada yang beternak atau memelihara sapi dan kuda, menurut
Didit entah mengapa hal itu bisa terjadi, konon di Babakan Cigadung ada sapi
gumarang, ia pun tidak tahu bentuknya seperti apa.
Pantangan tidak memakan ikan lele dan buah kulur bukan bermaksud syirik
tapi realita kehidupan sosial yang masih dipercaya oleh warga masyarakat Babakan
Cigadung terhadap cerita yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.
“Cerita itu berhubungan
erat dengan kata pamali, nah arti pamali itu apa sih ?,” tanya dia.
Menurutnya, orang
tua atau sesepuh sering melarang anak-anaknya jangan melakukan atau berbuat
sesuatu yang kurang baik karena pamali padahal
maksudnya agar berhati-hati, saling menghormati,
melakukan sesuatu dengan waktu dan tempatnya.
Berdasarkan
referensi yang dihimpun kamangkaranews.com, terlepas dari mitos-mitos yang ada,
sebagian besar pamali sebenarnya bisa
dijelaskan dengan logika dan bermaksud baik, sehingga manusia bisa belajar bahwa
hukum sebab akibat itu ada.
deha
Post a Comment