Perjalanan Mengungkap Enam Situs Tersembunyi di Desa Sadamantra
KUNINGAN,-
Di Kabupaten Kuningan banyak peninggalan nenek moyang berupa batu-batu yang
bentuknya unik dan perlu dilestarikan sebagai Situs Cagar Budaya, sehingga
nantinya bisa dijadikan asset pengembangan pariwisata.
Baca juga : http://www.kamangkaranews.com/2021/01/enam-situs-di-desa-sadamantra-harus.html
Diantaranya
ada di Desa Sadamantra, Kecamatan Jalaksana, terdapat 6 situs.
Untuk memperoleh
informasi secara langsung mengenai keberadaan situs tersebut, kamangkaranews.com
bersama sejumlah media massa lainnya dan mantan Ketua KPU Kuningan, Heni Susilawati,
S.Sos, MM mengunjungi ke lokasi 6 situs tersebut.
Perjalanan ke
situs itu didampingi Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Kuningan, Emup Muplihudin, SPd, Kepala Desa Sadamantra, H. Rasmad dan yang
lainnya.
Rombongan
berjalan menyusuri jalan setapak menanjak mulai ketinggian sedang hingga di
atas 100 meter karena ada dua situs yaitu Batu Semar dan Raksa Bayu lokasinya
berada di perbukitan.
Situs Batu Jangkung.
Menurut nara sumber setempat, Mohamad Dimyati (51), dekat Batu Jangkung ada pula batu miniatur Gunung Ciremai lengkap dengan lanskap kawahnya serta batu miniatur Gunung Patapan.
Batu
Jangkung disimbolkan sebagai patoknya Gunung Ciremai berada di lahan tanah
milik masyarakat peninggalan Kuwu Ilyas, kepala desa pertama di Sadamantra,
kemudian diberikan kepada keturunannya.
“Kelanjutan status
kepemilikan lahan ini terserah Pak Kuwu apakah bisa menjadi lahan milik pemerintah
desa atau bagaimana nanti perlu proses,” katanya.
Batu
Jangkung setinggi kurang lebih tiga meter ditemukan sekitar tiga atau empat
tahun yang lalu dan tidak mudah karena diperlukan upaya penelusuran secara kebatinan.
Keberadaan Batu
Jangkung diperkirakan sudah ada sejak zaman prasejarah jutaan tahun yang lalu.
Situs Patilasan Buyut Jatikersa.
Lokasinya tidak jauh dari Situs Batu Jangkung. Informasi dari nara sumber, keberadaan situs ini merupakan bukti sejarah pengembangan Agama Islam di tanah Jawa, tepatnya dari Cirebon ke Kuningan.
“Ada tiga orang
figur yang paling berperan yaitu Syekh Datuk Kahfi, Mbah Kuwu Sangkan dan
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), pernah munajad di sini,” katanya.
Jika dihubungkan
dengan Buyut Salam di Sangkanherang, Patilasan Buyut Jatikersa diperkirakan sudah
ada sejak tahun 1508 M.
Sedangkan
kata Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, Emup
Muplihudin, ditemukannya tetengger (monumen, red) itu pada tahun 1660.
Situs Raksa Banyu
Situs ini bagian dari Situs Panca Rasa (dulur papat kalima pancer) terdiri dari empat unsur yaitu air, api, angin dan tanah.
“Nah yang di
sini adalah unsur air atau banyu dan dulu mah pabalatak (berserakan), juga penempatan
batu ini mengandung filosofis,” masih kata Mohamad Dimyati.
Situs Batu Semar
Letaknya berada di atas Batu Raksa Banyu, di sana ada batu besar. Orang setempat menyebutnya batu semar.
Situs Raksa Bayu
Terdapat beberapa buah batu, salah satunya disebut Bayu berarti angin.
Di sana ada batu yang ditulis seperti dipahat bertuliskan GIN, padahal batu itu
sudah berlumut dan keberadaannya sudah ratusan tahun, sehingga tidak mungkin
tulisan di batu tersebut dibuat manusia.
Menurut nara
sumber, filosofis dalam kehidupan bahwa Allah Subhanahu wata’ala menciptakan
dua alam, ada alam nyata dihuni manusia dan alam ghoib yang isinya makhluk
halus antara lain jin dan siluman.
“Dulu di bumi
perkemahan dekat dari sini sering ada orang yang kesurupan ketika camping tapi
sekarang Alhamdulillah sudah tidak ada lagi,” katanya.
Situs Raksa Geni
Geni adalah
api, situs ini bagian dari Situs Panca Rasa, lokasinya berada di bawah Situs Batu
Semar dan Raksa Bayu.
Situs Raksa Buana
Buana merupakan tanah atau bumi, situs itu sangat dekat dengan Situs Raksa Geni. Di tempat itu konon sering dijadikan orang untuk bertapa.
deha
Post a Comment