Monumen KM 0 Kuningan, Diantara Estetika dan Nilai Sejarah
Oleh :
Dadang Hendrayudha
MONUMEN KM 0
di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat yang digagas Gubernur Jabar Ridwan
Kamil, marak dibangun untuk memperindah pusat kota dan diantaranya di Kabupaten Kuningan.
Tidak tanggung-tanggung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengucurkan bantuan keuangan untuk Program Penataan Taman Kota Kuningan Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp14 Miliar dan TA 2021 Rp9,5 Miliar, termasuk membangun Monumen KM 0 Kuningan.
Namun
pembangunan Monumen KM 0 Kuningan ternyata masih menyisakan persoalan karena
dinilai berbagai kalangan berpotensi menuai kontroversial.
Penyebab
utamanya adalah posisi monumen bukan di tugu titik nol yang sebenarnya sebagai
dasar untuk mengetahui jarak di jalan umum antara Kabupaten Kuningan dengan kabupaten
/ kota lainnya.
Monumen KM 0
Kuningan berada di seberang Masjid Syiarul Islam atau sebelah utara Taman Kota,
bergeser sekira 160 meter dari tugu titik nol yang asli di depan toko Macan
Jalan Siliwangi atau lebih dikenal dengan sebutan Pasar Kulon.
Padahal tugu
titik nol merupakan salah satu Sejarah Kuningan dan telah dicatat oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat pada dokumen Jawa Barat Dalam Angka 2006.
Berdasarkan
data Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat tahun 2005 yang dimuat di laman www.jabarprov.go.id jarak Kuningan – Cirebon 35 Km, Kuningan –
Ciamis 68 Km, Kuningan – Majalengka 51 Km dan Kuningan – Indramayu 89 Km.
Dengan
demikian, jika pemahaman masyarakat tentang Monumen KM 0 Kuningan adalah awal
mula perhitungan jarak, maka jarak Kuningan-Cirebon bertambah 160 meter dan
Kuningan–Ciamis berkurang 160 meter.
Memang ada
pendapat yang mengatakan bahwa monumen berbeda dengan tugu. Pertanyaannya, mengapa
Monumen KM 0 Indonesia yang diresmikan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno tahun
1997 dibangun di Pulau Weh Sabang bukan di pusat Kota Banda Aceh ?.
Jawabannya karena
pemerintah tidak mau merubah sejarah dan merusak pengetahuan untuk diketahui
masyarakat terutama para pelajar generasi penerus bangsa.
Kendati beberapa
media massa gencar memberitakan Monumen KM 0 Kuningan namun sikap Pemprov Jawa
Barat dan Pemkab Kuningan keukeuh peuteukeuh meungpeung keur kawasa (tetap
pada pendiriannya mumpung sedang berkuasa).
Jika
pemerintah dianggap tidak aspiratif dan akomodatif, mungkin penilaian itu
terlalu berlebihan tapi faktanya pembangunan Monumen KM 0 Kuningan seperti “Api
Dalam Sekam” dan fenomena itu tidak baik terhadap kondusifitas Kabupaten
Kuningan.
Penulis tidak
bermaksud anti renovasi penataan Taman Kota agar lebih indah namun jangan mengabaikan
estetika dan psikologis sosial dari masyarakat yang tetap setia mempertahankan
Sejarah Kuningan.
Apalagi harus
mengorbankan Sejarah Kuningan yang menjadi kebanggaan masyarakat karena Pemprov Jabar dan Pemkab Kuningan disinyalir ingin membuat sejarah baru dan menghapus sejarah
lama.
Perhitungan
jarak di jalan umum antara satu kabupaten / kota dengan yang lainnya yang
diawali dari titik nol bersifat matematik, artinya sangat pasti dan tepat,
tidak bisa ditambah atau dikurangi.
Hal itu sesuai
dengan rumus yang dibuat Eratosthenes hidup
di Yunani tahun 276-194 SM yaitu orang
pertama yang berhasil mengukur keliling bumi, seperti yang dikutip dari
laman www.idntimes.com edisi 18 Juni 2019.
Tulisan ini
bukan berarti Sejarah Kuningan mengacu kepada Sejarah Yunani tapi hanya mengingatkan
bahwa pengukuran jarak dari satu kabupaten / kota dengan kabupaten / kota
lainnya ditentukan menggunakan perhitungan matematik.
Pada zaman
sekarang pengukuran jarak menggunakan alat modern dan hasilnya sama yaitu dimulai
dari titik nol maka dibangun tugu nol di setiap kabupaten / kota.
Demikian tulisan ini, semoga Gubernur Jawa Barat dan Bupati Kuningan dalam melaksanakan tugas negara yang diamanahkan rakyat, senantiasa diberikan kesehatan dan perlindungan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Aamiin ya rabbal’alamin.
Penulis, wartawan kamangkaranews.com, anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Kuningan.
Post a Comment