TANAHURA ~Taman Nasional Hutan Rakyat ~ Mungkinkah....?
Oleh : H.Yusron
Kholid
Sebagai
warga lereng gunung ~ dilihat dari Pantura ~, saya sungguh awam perihal ekosistem serta habitat alamiah yang biasa terkandung di dalamnya.
Namun saat
ini saya sering mendengar perihal adanya rencana perubahan status dari TNGC
menjadi TAHURA, dimana kedua istilah itu tetap berintikan konsep konservasi
alam, yang ingin rasanya segera mendapat kepastian yang rasional dari semua
argumen yang masih terus dibahas para pihak.
Ya polemik
yang sama-sama miliki argumen regulatif
dari TNGC maupun TAHURA, tentu membutuhkan kepastian solusi.
Pertanyaannya
kemudian, benarkah bahwa bersama TNGC dengan sistem zonasi konservasi alam akan
terjamin dengan tetap memberi ruang masyarakat untuk memanfaatkan area hutan
secara proporsional pada zona pemberdayaan dan pemanfaatan ?.
Begitu pula
pada tataran konsep strategis yang digulirkan pemerintah daerah saat ini, yang
berdasar aspirasi masyarakat lereng pegunungan, bahwa pengelolaan hutan akan
menggunakan sistem blok, dari mulai blok perlindungan sampai kepada blok
pemanfaatan.
Maka jika
dicermati secara umum, kedua konsep yang sudah terselenggara dan yang akan
digulirkan berintikan semangat pengelolaan hutan yang lebih produktif dan
bernilai ekonomis.
Pemaduan Dua Konsep Adalah Solusi
Dalam kaidah
islam ada yang disebut Al Umuru Bimaqasidiha. Bahwa segala sesuatu atau suatu
urusan bergantung pada tujuannya.
Jika gagasan
bagus dari konsep "TAHURA* dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan
pemberdayaan hutan bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat, khususnya yang
berada di area lereng gunung, seperti Kecamatan Darma, Nusaherang, Cigugur,
Jalaksana, Mandirancan, Pasawahan dan lainnya, maka tujuan utama dari rencana usulan itu patut
terus disempurnakan berdasar saran pandang maupun aspirasi semua pihak yang
berakses biosfer serta kebijakan provinsi maupun pusat.
Begitu pula
jika dalam aturan TNGC masih bersifat
linier dengan usulan TAHURA, maka kaidah kedua dapatlah disinergikan dalam
konteks simbiosis mutualis, yakni Almuhafadhatu 'ala qadimi shalih wal akhdu
bil jadiidil ashlah....,"mempertahankan konsep atau produk lama yang baik
serta mengkreasi atau menggagas produk baru yang lebih baik".
Hal ini dibutuhkan guna dijadikan standar pengusulan TAHURA yang lebih rasional dan dapat dipertanggungjawabkan serta dapat meniadakan ragam sangkaan masyarakat.
Hal ini dibutuhkan guna dijadikan standar pengusulan TAHURA yang lebih rasional dan dapat dipertanggungjawabkan serta dapat meniadakan ragam sangkaan masyarakat.
Kita maklumi
bahwa penjagaan hutan tak sebatas konservasi maupun pelestarian lingkungan
semata. Di atas itu semua menjaga keseimbangan multi biosfer dalam arti
terjaminnya habitat makhluk hidup dari mulai manusia, flora, fauna maupun
mikroba lainnya menjadi tanggung jawab pemerintah bersama elemen masyarakat.
Saya hanya
ingin memberi masukan bagaimana bila istilahnya menggunakan nama yang
mengakomodir keduanya dari TNGC dan TAHURA yakni Taman Nasional Hutan Rakyat
sebagai langkah win-win solution, yang berintikan keseiramaan cara pandang
dalam memelihara ekosistem disatu sisi dengan nilai ekonomi atau pendayagunaan
pada asfek lainnya.
Tentu dalam
rumusan TANAHURA wajib memuat hukum dan sanksi bagi pelanggar baik perorangan
maupun kelompok termasuk pemerintah. Misalnya dalam hal pelestarian
keseimbangan ekosistem, siapapun tidak
dibenarkan menebang pohon dan segala satwa yang dilindungi berdasar undang-undang.
Kita merasa
prihatin karena ruh Gunung Ciremai mulai sidikit memudar. Oleh sebab itu penyebutan taman nasional tiada lain
dimaksudkan wilayah hutan yang berada di pegunungan, bersifat alami, anugerah
dan bagian dari makhluk Allah SWT, tidaklah identik dengan hanya sebatas
sebutan taman hutan yang terkesan direkayasa oleh tangan manusia.
Bukankah
kerusakan di atas bumi dan lautan disebabkan oleh tangan manusia ?
Maka
penataan hutan, taman, kebun dan lainya
dipastikan akan alami pemudaran jangka panjang.
Itulah
sebabnya dalam Islam, meski harimau disebut binatang buas, babi hutan, kera
hingga anjing hutan tidak dikategorikan sebagai binatang yang wajib dibunuh.
Karena harimau berfungsi menjaga hutan dari keserakahan manusia. Dan jika ada
macan tutul atau sejenis lainnya kehabisan mangsa di Gunung Ciremai, maka hewan
peliharaan milik manusia atau bahkan manusianya sendiri yang akan dijadikan
mangsanya.
Wallahu
a'lam bishshawab !
Penulis : Wakil
Ketua DPC PPP Kabupaten Kuningan.
Post a Comment