Hamid : Meskipun Madrasah Status Negeri Namun Rasa Swasta
SLAWI (KN),- Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 5 di Desa Pecabean,
Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, Hamid, mengatakan, Senin (5/8/2019) meskipun
madrasah ini berstatus negeri namun rasa swasta.
“Saya katakan demikian karena dari semua staf
dan pegawai yang ada disini semuanya honorer,” katanya ketika ditemui di ruang kerjanya.
Disebutkan, kurang lebih ada 30 pegawai
termasuk guru pengajar dan penjaga sekolah semua adalah GTT dan PTT yang negeri
hanya satu orang.
Menurutnya, untuk pembiayaan pembangunan tiga
lokal ruang kelas baru menggunakan anggaran sumbangan swadaya orang tua wali
murid dan guru dengan estimasi anggaran Rp.95.000.000.
Sedangkan sumbangan uang gedung dari siswa
kelas VII sebesar Rp.1.200.000 dan SPP Rp.40.000/bulan sesuai kesepakatan.
Untuk penambahan ruang kelas baru ini
berdasarkan kesepakatan bersama antara satuan pendidikan dan ketua komite.
“Awalnya untuk memulai pembangunan gedung
tersebut terpaksa saya dan satu teman guru yang PNS mengeluarkan dana pribadi
sebesar Rp.50.000.000,” imbuhnya.
Pantauan media ini, (MTs) Negeri 5 sebelumnya
menyandang predikat sekolah Satu Atap (SA) dengan Madrasah Tsanawiyah Negeri
Slawi.
Dalam proses Pendaftaran Peserta Didik Baru
tahun ajaran baru 2019/2020 MTs Negeri 5 berhasil meraih 200 peserta didik baru.
Berarti jumlah keseluruhan peserta didik yang ada madrasah tersebut berjumlah
425 dari semua tingkatan.
Namun demikian, meskipun termasuk kategori MTs
Negeri, masih saja ada kebijakan membayar uang gedung dan SPP bagi peserta
didik baru serta biaya daftar ulang bagi siswa yang naik tingkatan kelas.
Terpisah, Ketua LSM BINUS, Harjo Yiyatno,
menanggapi hal ini seraya mengatakan, pendidikan merupakan tanggungjawab
pemerintah pusat, daerah dan masyarakat.
“Kebutuhan prasarana dan sarana untuk
kemajuan pendidikan sudah kewajiban kita semua tetapi jangan asal-asalan,” katanya.
Dicontohkan, ketika satuan pendidikan
membutuhkan gedung baru dalam rangka pemenuhan kebutuhan ruang kegiatan belajar
dan mengajar sudah keharusan mengajukan proposal permohonan kepada dinas
terkait atau kementerian yang yang menaungi dan membidangi.
“Bukan lantas orang tua/wali peserta didik
yang harus menanggungnya dengan nilai sumbangan yang sudah ditentukan, apalagi
sumbangan tersebut tidak memenuhi prinsip musyawarah, akuntabilitas, keadilan,
kecukupan serta keterbukaan," katanya.
Jka dihitung jumlah peserta didik kelas VII
yang dimintai sumbangan sebesar itu ditambah dengan jumlah siswa yang naik
tingkatan ke kelas VIII dan kelas IX sudah sangat banyak.
Pewarta : sR/fR
Editor : deha
Post a Comment