72 Tahun Koperasi di Indonesia, Kuningan Masih Marak Rentenir
KUNINGAN (KN),- Kendati koperasi di Indonesia sudah berdiri
sejak 72 tahun yang lalu, namun khususnya di Kabupaten Kuningan hingga saat ini
masih marak rentenir yang bertopeng Koperasi Usaha Simpan Pinjam (USP).
Irosnisnya, para pejabat di Kabupaten Kuningan
yang berkecimpung di bidang perkoperasian seakan “tutup mata tutup telinga”
menyikapi kondisi tersebut dan terkesan ada pembiaran.
Meskipun keberadaan koperasi abal-abal tidak
sesuai dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, khususnya Bab IV Pembentukan
dan Bab V Keanggotaan.
Menyikapi hal itu, salah seorang warga Kuningan
di perantauan yang tidak mau namanya dicantumkan, melalui WhatApps mengatakan, Rabu
(7/8/2019) maraknya rentenir “berkedok koperasi” di Kuningan harus disikapi
secara serius.
“Usaha Simpan Pinjam (USP) berkedok koperasi dalam menjalankan bisnisnya hanya
menerima nasabah untuk dijadikan debitur, bukan
anggota koperasi,” kata pria lulusan IKOPIN yang sekarang berdomisili
di Bandung.
Menurutnya, metode pinjaman atau kredit
yang diberlakukan kepada nasabah pun beragam. Ada yang tanpa jaminan, dengan
sistem pembayaran angsuran harian, mingguan dan bulanan.
“Ada pula melampirkan agunan (jaminan)
seperti BPKB atau sertifikat tanah dengan pembayaran
angsuran ditambah bunga atau jasa pinjaman yang sangat tinggi diatas 50% - 100%,” sebut dia.
Jika para nasabah sudah menyelesaikan hutang piutang atau melunasi
pinjamannya, maka tidak ada lagi hubungan administrasi maupun kelembagaan. Artinya nasabah bukanlah anggota koperasi.
Biasanya rentenir koperasi tidak pernah
melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada para nasabah karena memang bukan anggota, yang ada
hanya “Debitur Putus Kontrak”.
Padahal koperasi yang benar harus mengacu
kepada Bab VI Perangkat Organisasi dan Bab IX Sisa Hasil Usaha, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
deha--
Post a Comment